Senin, 05 April 2010

Cinta Yang Tak Diduga


Senin, selasa, rabu, kamis, jumat, dan sabtu. Ufh.. aku tuh selalu sibuk. Bukan sibuk jadi penyiar, presenter, penyanyi, atau syuting tapi sibuk dengan kegiatan yang bikin kepala tuh makin terasa berat. Udah gak muatlah memory kepalaku.
Dimulai dari sekolah, ekskul, beres rumah, lanjut ke les bimbel terus belajar baru tidur. Kapan ya aku bisa bikin otakku fresh kembali. Maybe cuma minggu doang. Tapi cuma di rumah. Gak pergi gitu jalan- jalan. Itu juga kalo ada duit.

***
“Berangkat dulu ya,Pah, Mah,” pamitku pada Papa- Mamaku.
“Hati- hati ya, sayang,” Mama memperingatkanku agar hati-hati. Aku hanya senyum saja.
“Ih.. kenapa sih gue tuh kalo sekolah selalu aja jalan. Emang sih sehat tapi panas, gerah bisa- bisa gue jadi blaster belang- belang,” gumamku kesal.
Ketikaku sedang sebel and bete, datang seorang cowok menghampiriku dengan menaiki motor berwarna hijau. Dia itu sungguh menawan, memikat hati, cakep, ganteng, handsome and other. Sungguh, padahal aku gak kenal dia tapi kok dia menghampiriku?
“Hai!” tegur cowok itu. Benar- benar menawan cowok itu.
Aku masih terpaku oleh ketampanan cowok itu.
“Hai..! hello..??” cowok itu menyadarkanku.
“Oh-oh ya. Kenapa? Hai!” gaguku padanya.
“Kamu Risma kan?” tanya cowok itu tapi darimana cowok itu tau namaku.
“Kok kamu tau namaku?” bingungku.
“Kan kita satu kompleks dan satu sekolah.”
“Ohh..,” aku sih ohh aja.
“Hmm.. mau bareng gak?” tanya cowok itu tersenyum dan memperlihatkan lesung pipinya dan gigi gingsulnya itu.
“Yang bener?”
cowok itu hanya tersenyum. Aku pun menaiki motornya yang keren seperti pemiliknya juga sih! Hehe..
ketika motornya sudah jalan rasanya aku seperti sudah jadian sama dia.
“Kamu kelas berapa?” tanyaku.
“Kelas XI IPA 1. kamu??”
“Aku kelas XI IPS 2.”
“Berarti kita bisa bareng terus dong!”
“Kita?” aku kaget bukan main karena baru dia ini cowok yang mau bareng sama aku dengan senang hati.
“Iya!” cowok itu meyakinkanku.
“Btw, kamu kan udah tau namaku. Aku boleh tau nama kamu gak?” tanyaku pelan.
“Rafka.”

***
“Duluan ya, Rafka!” ucapku pada Rafka ketika ia sedang memarkirkan motornya. Rafka hanya tersenyum.
“Ya, ampun baru kali ini ada cowok yang buat gue jadi gila and terpesona,” ucapku sambil berjalan di koridor sekolah.
“Woy!! Siapa tuh yang gila dan terpesona?” sikembar Rina dan Rini mengagetkanku dari belakang. Ternyata mereka sudah sedikit mendengar pembicaraanku.
“Oh itu. Cuma… gue bisa jadi gila setiap hari karena gak ada istirahatnya,” bohongku pada sikembar Rina-Rini.
“Terus terpesonanya?” tanya lagi mereka dan membuatku jadi bingung mau bohong apa lagi.
“Oh itu! Udah ah lupain aja!”
“Ya udah.” Untungnya mereka bisa nurut sama aku.

***
2 jam telah berlalu. Pelajaran pun dihentikan oleh bel sekolah karena saatnya istirahat.
“Risma mau bareng ke kantin enggak?” tanya sikembar Rina-Rini dengan kompak.
“Gue nitip aja deh! Yang biasa gue beli ya!” jawabku lalu memberi uang titipan jajananku.
“Ok!!” kompak lagi mereka lalu menuju ke kantin.
Selagi sikembar Rina-Rini ke kantin, aku keluar kelas sebentar. Daripada di kelas cuma diem dan bengong begitu aja dan kebetulan di luar sedang ada pertandingan bola Basket.
“Gue duduk dimana ya?” bingungku mencari- cari tempat untukku duduk dengan nyaman.”Itu dia!” akhirnya aku dapatkan juga tempat duduk ini.
Pertama- tama sih aku gak begitu memperhatikan pemain basketnya cuma ngeliat permainannya doang dan aku biasa- biasa aja tapi yang lain begitu hebohnya sorak- sorai padahal tim basket dari sekolah ini kedudukannya masih  aman di atas tim sekolah lain. Ya… Cuma beda 8 angka doang. Tapi seketika kumelihat para pemainnya, waduhh.. disana ada Rafka. Aku tiba- tiba jadi bersemangat untuk mendukung Rafka. Bukannya mendukung tim tapi malah mendukung Rafka. Hehe…
Ketika aku sedang asyiknya mendukung Rafka, sikembar identik itu datang mengagetkanku lagi untuk kedua kalinya. Kalau dihitung- hitung seminggu bisa lebih dari 6 kali mereka ngagetin aku. Apa karena aku sering melamun? Atau keasyikan? Atau..?
“Ih..kapan sih kalian bisa berhenti ngagetin gue? Lama- lama gue bisa latah nih!” tanyaku dengan rasa campur aduk.
“Sorry Ris!” dengan kompaknya mereka lagi. “Nih titipan lo,” Rina memberikan jajanan titipanku.
“Ya udah thanks ya. Yuk duduk sambil nonton basket!” ajakku pada mereka.
“Ris..,” Rina dan Rini ingin bicara tapi..
“Kalian bisa gak sih ngomongnya one by one!” saranku pada mereka dengan nada kesal.
“Aku dulu ya, Rini. Hmm.. tadi lo kok kayaknya seneng gitu sih terus lo nyebutin nama..,” Rina mengingat- ingat lagi.
Aku pun langsung kaget dengan apa yang ingin diucapkan Rina.
“Rafka tau!” Rini ikut membantu kembarannya itu.
“Iya Rafka! Ris, kan orang- orang tuh dukung tim school kita tapi kok elo cuma dukung si Rafka sih?” heran mereka padaku.
“Tapi aku heran loh, Ris. Baru hari ini doang lo bisa hepi begini. Biasanya kan elo bete terus karena kesibukan lo dalam satu hari!” Rini menjelaskan.
“Udah ah gue lagi hepi bukan karena dia tau!”
“Alah! Jangan- jangan lagi fall in love ya?” rayu mereka padaku.
“Ih..!!” gregetku pada mereka.
“Jujurlah padaku.. jujurlah padaku.. kau menyimpan rasa.. kau menyimpan rasa.. cinta..,” goda Rina-Rini sambil mendendangkan lagu Vierra (Dengarkan Curhatku).
“Iya deh! Iya deh! Gue ngalah. Gue memang lagi fall in love with Rafka. Pemain basket yang pake baju bernomor 07 itu. Puas? Puas?” kujelaskan semuanya pada mereka biar mereka puas.
“Yang mana sih?” mereka masih bertanya- tanya.
“Yang itu tuh! Yang mukanya bersih.”
“Risma, itu bukannya tetangga lo ya?” tanya Rina masih menatap Rafka.
“Iya!” jawabku.
“Ris, dia sering loh merhatiin lo kalo lo lagi keluar rumah,” bocor Rini.
“Darimana lo tau kalo dia sering merhatiin gue?” kini aku bingung.
“Jadi selama ini elo belum tahu? Apa kata dunia?” dengan kompaknya mereka teriak sampai dilihat anak- anak.  
“Ssstt. Kalian ngomong jangan pake toak atuh. Diliat anak- anak malu tau!” aku mulai risih dengan tingkah mereka. “Ke kelas aja yuk!” ajakku sambil menarik tangan mereka berdua.
Di kelas aku leluasa bertanya- tanya pada Rina-Rini tentang Rafka. Mereka juga baru tau kalau namanya itu Rafka. Aku juga baru tau kalau Rafka itu sering memperhatikan aku jika aku sedang keluar. Itu juga secara diam- diam bukan secara terbuka jadinya aku enggak tau.

***
“Hai, Risma! Bareng yuk!” untuk kedua kalinya Rafka mengajakku berangkat bareng. Dan untungnya disaatku sedang bete karena kepanasan.
Sesampai di sekolah seperti biasanya ketika Rafka memarkirkan motornya aku duluan ke kelas.
“Risma!!” dengan kompak sikembar identik itu memanggilku dari belakang. aku pun menoleh ke belakang lalu mereka mendekat.
“Tumben kalian gak ngagetin gue?” tanyaku pada mereka lalu melanjutkan perjalanan ke kelas.
Kan kita udah minta maaf sama lo gak mau ngulangin lagi,” jelas Rina.
“Bagus kalo gitu!”

***
“Bussett tadi gue gemeteran banget tau sama pelajarannya Pak Riyadi,” ceritaku pada Rina dan Rini ketika pulang sekolah.
“Iya. Maju kedepan disuruh tiruin tulisan yang udah kita pilih dalam gulungan kertas itu. Udah gitu gue jadi orang gila lagi,” panjang lebar Rini menceritakan pengalamannya selama pelajaran Pak Riyadi guru B. Indonesia yang tegas banget sama murid- muridnya.
“Emang pantes kok lo jadi gila!” ejekku pada Rini.
“Ihh.. Risma!” mulai ngambek si Rini.
Ketika aku, Rina, dan Rini sedang asyiknya cerita, Rafka datang gak tau tujuannya apa. Dengan membawa motornya itu.
“Hai, Ris! Mau bareng gak?” ajak Rafka padaku tapi aku ragu.
“Udah Risma ayo naik!” Rina dan Rini mendorongku dan memaksaku untuk ikut. Karena paksaan sikembar itu aku jadi bareng Rafka deh!
“Duluan ya Na, Ni” ucapku ketika motor Rafka sudah dihidupkan.
“Rafka aku boleh tanya sesuatu gak?” tanyaku pada Rafka saat di jalan raya.
“Tanya apa?”
“Tapi kamu jujur ya! Memang benar kamu sering perhatiin aku kalau aku lagi di luar?”
“Kamu tahu darimana?” Rafka malah bertanya.
“Dari Rina sama Rini yang tadi sama aku itu.”
“Pertanyaan kamu aku tunda dulu ya jawabannya. Besok aku jawab kok!”
“Tapi aku maunya sekarang!”
“Gak bisa sekarang Ris!” tolak Rafka begitu saja.
“Ya udah kalau itu maumu.”

***
“Hai Ris! Ayok bareng!” ajak Rafka untuk ketiga kalinya ia mengajakku berangkat bareng.
Aku hanya diam saja sambil memegang tas. Aku pura- pura gak mau denger apa kata Rafka biar dia mau jawab pertanyaanku kemarin.
“Ris, Risma!” Rafka tetap mengejarku. Aku tak meladeninya. “Risma kamu kenapa?”
“Kamu gak mau jawab pertanyaanku kemarin!” kesalku.
“Risma!” Rafka malah menghalangi jalanku dengan motornya.
“Bisa gak kamu minggir! Atau aku teriak nih!” ancamku.
“Iya iya aku jawab pertanyaan kamu. Emang benar aku selalu perhatiin kamu setiap kamu keluar rumah, aku juga kadang merhatiin kamu di sekolah dan aku tuh sebenarnya.. aku tuh sebenarnya..,” terang Rafka tapi masih ragu.
“Sebenarnya apa?” tanyaku dengan nada kesal.
“Sebenarnya aku tuh suka sama kamu tapi aku malu ungkapinnya sama kamu,” jawab Rafka dengan tegas.
Ketika Rafka berbicara seperti itu, aku pun kaget bukan kepalang. Ternyata Rafka suka padaku.
“Dan aku ingin kamu jadi pacarku!”
“Apa?”
“Iya. Aku sabar kok menunggu jawaban kamu sampai kamu tahu persaanku padamu.”
“Rafka, aku juga suka sama kamu.”
“Thanks ya Ris,” Rafka senang sekali. “Kalau begitu kita berangkat sekolah yuk!” aku pun menaikki motor Rafka.
Pagi- pagi yang cerah ini adalah hari yang tak bisa kulupakan disaat Rafka menyatakan cintanya padaku. Memang cinta bisa datang tiba- tiba dan tak bisa diduga.

*************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1. Tolong beri komentar
2. Follow blog duniafranz.blogspot.com
3. Jangan Lupa mampir lagi
4. Jangan Lupa Di Share Postingannya
5. Terima Kasih